Sebuah usia yang lebih dari cukup untuk disebut matang. Tetapi bukan satu abad itu yang perlu disongsong. Yang perlu disiapkan adalah bagaimana mewarnai perjalanan abad berikutnya. NU di abad kedua.
Melihat judulnya saja, Peta Jalan NU Abad Kedua, buku ini dari awal sudah berupaya meluruskan cara pandang dalam meneropong dimensi waktu. Dalam dua-tiga tahun terakhir, bahkan sejak Muktamar ke-33 NU di Jombang, semangat menyongsong satu abad NU telah didengungkan.
Buku ini mengingatkan, disongsong atau tidak, satu abad NU pasti datang. Jadi bukan menyongsong miladnya yang selalu seremonial itu. Yang lebih penting adalah bagaimana perkhidmatan NU di abad digital nanti terorganisasi lebih sistemik lagi.
Buku setebal 194 halaman ini merupakan ringkasan hasil diskusi panjang tokoh-tokoh NU generasi kedua. Yakni mereka yang telah mengikuti perjalanan jamiyah ini sejak 40 atau 50-an tahun yang lalu.
Yang hingga saat ini masih konsisten menjaga nafas perkhidmatan NU. Mereka antara lain Ahmad Bagdja, Mustofa Zuhad, Maskuri Abdillah, Masduki Baidlowi, Endin Soefihara, Nasihin Hasan, dan yang lain.
Beberapa gagasan dan elaborasi penting disajikan antara lain; terkait upaya pengembangan organisasi dan reorganisasi yang berorientasi tidak lagi pada pendekatan geografi melainkan pendekatan komunitas.
Struktur organisasi NU saat ini secara hierarkis-demorafis mengikuti pola pemerintahan negara. Secara pararel dapat dilihat, NU berkantor pusat di Jakarta. Membawahi seluruh wilayah di Indonesia. Pengurus wilayahnya berkantor pusat di ibukota provinsi, dan seterusnya ke bawah.
Pertanyaannya, apakah NU akan berkhidmat dalam kerangka sistemik yang sama persis dengan pemerintah? Dengan mengikuti model hierarki pemerintahan yang rentang kendalinya sangat panjang ini, sementara SDM dan pendanaan yang dimiliki relatif terbatas. Dengan pola hierarki ini, efektifkah NU selama ini menjalankan tugas pokok dan fungsinya?
Di sinilah reorganisasi NU dibutuhkan. Pengembangan struktur menurut buku futuristik ini, ke depan perlu mempertimbangkan dinamika stakeholders yang semakin terdiferensiasi seiring perkembangan zaman.
Contoh, dinamika masyarakat urban yang tumbuh di perkotaan sudah mengalami diferensiasi yang semakin rumit. Ada masyarakat industri perkotaan seperti kalangan perbankan, kalangan industri kreatif dan jasa, yang pertumbuhannya sangat pesat.
Ini semua sangat memerlukan pendekatan khusus. Dalam arti pengorganisasian tidak cukup hanya dengan pendekatan geografi. Tetapi perlu juga mempertimbangkan pengembangan struktur organisasi di komunitas-komunitas baru sesuai dengan perkembangan masyarakat urban, yang sangat dinamis, yang tak bisa dijangkau oleh eksistensi struktur organisasi yang terlalu administratif seperti pemerintahan negara.
Terawangan penting lainnya, ke depan NU harus berjejaring dan berinteraksi dengan komponen potensial yang lebih luas lagi, baik di tingkat domestik maupun internasional. Selama lima belas tahun terakhir tidak dapat dipungkiri terjadi interaksi yang semakin meningkat antarorganisasi dari berbagai jenis dan bidang.
Berbagai perkumpulan, yayasan, jaringan kerja, perhimpunan, lembaga bantuan, kelompok hobi, bahkan instansi dan perusahaan swasta telah memperluas jangkauan kegiatan mereka ke bidang yang selama ini hanya menjadi trade mark kegiatan klasik organisasi nirlaba.
Dalam perkembangan situasi ini, akan muncul berbagai lembaga, instansi pemerintah maupun swasta yang bakal mengincar kompetensi, expertise dan waktu pengurus NU yang sangat berharga. NU tidak mungkin mengelak dan harus berjejaring dan bekerjasama dengan pihak tersebut. Sebab jika tidak, NU akan merasakan kesulitan menghadapi ragam persoalan kemasyarakatan secara sendirian di zaman yang semakin multidimensional itu.
Jadi pilihannya, NU harus aktif masuk ke wilayah sistem yang lebih besar, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Ketidaksiapan masuk ke wilayah sistem yang lebih besar ini akan membawa NU hanya pada saling ketergantungan dalam berbagai dimensi.
Kekurangan di daerah dilimpahkan ke pusat, kelemahan di pusat dilemparkan ke daerah, dan seterusnya. Inilah situasi yang amat sangat tidak boleh terjadi. Situasi yang menempatkan NU menjadi bagian dari suatu kesatuan sistem, dimana NU akhirnya hanya menjadi sub-sistem.
Judul Buku : Peta Jalan NU Abad Kedua
Penulis : Ahmad Bagdja dkk
Editor : Abdul Aziz
Tebal buku : 194 halaman
Penerbit : Yayasan Talibuana Nusantara
Tahun Terbit : Mei 2018
Dilaunching : 7 gustus 2018
Peresensi : Didik Suyuthi