Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan umat Islam Berhijrah
Ada dua macam arti hijrah, Pertama, Hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan di ridhoi-Nya.
(Baca : Menjaring Akar Kesesatan di Sanubari Bangsa)
Artinya hijrah dalam pengertian pertama ini wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam, Rasulullah bersabda :
"Orang yang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT. (H.R. Bukhari)
Arti kedua dari hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri umat Islam selalu mendapatkan tekanan, ancaman dan kekerasan sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di Negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam bertakwa dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktekan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yatsrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan Hijrahnya Rasulullah dan umat Islam dari Mekkah (negeri kafir) ke Yatsrib (Negeri Islam) adalah :
- Menyelamatkan umat Islam dari tekanan, ancaman, dan kekerasan kaum kafir Quraisy.
- Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam) (terkait Q.S An-Nahl, 16: 41-42).
Dakwah Rasulullah Periode Madinah
Dakwah Rasulullah periode Madinah berlangsung selama 10 tahun yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijrah sampi dengan wafatnya Rasulullah, tanggal 13 Rabiul Awl tahun ke 11 Hijrah.
Mengenai objek dakwah Rasulullah pada peiode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang tidak termasuk bangsa Arab.
(Simak juga : Mengapa Berebut Identitas Nahdliyin?)
Tujuan dakwah Rasulullah yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri.
Namun tidak sedikit pula orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firmannya dalam surat Al-Hajj 22:39 dan Al-Baqarah, 2: 190, maka kemudian Rasulullah Saw dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi perperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Perperangan-perperangan yang dilakukan oleh Rasulullah dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi untuk:
- Membela diri, kehormatan, dan harta
- Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya
- Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah dan para pengikutnya mampu membangun suatu Negara yang mardeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk jazirah Arabia, tetapi juga ke luar jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuasaan mereka akan tersaingi.
Oleh karena itu bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah dan pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi perperangan antara umat Islam dengan bangsa Romawi, yaitu pertama perang Mut'ah pada tahun 8 H, di dekat desa Mut’ah bagian utara jazirah Arabiah dan kedua perang Tabuk pada tahun 9 H di kota Tabuk, bagian utara jazirah Arabia. Sedangkan bangsa Persia selalu mengadakan penyerangan kepada wilayah kekuasaan umat Islam.
Perang lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah seperti :
1. Perang Badar Al-Kubra, terjadi pada tanggal 17 Rahmadan tahun 2 H di sebuah tempat dekat perigi Badar, yang letaknya antara Mekah dan Madinah. Perperangan ini terjadi antara Rasulullah dan para pengikutnya dengan kaum kafir Quraisy yang telah mengusir kaum Muslimin penduduk Mekah untuk pindah ke Madinah dengan meninggalkan rumah dan harta bendanya. Mereka masih tetap bertekat untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin di Madinah. Dalam perang Badar ini kaum Muslimin memperoleh kemenangan yang gialang gemilang.
2. Perang Uhud, terjadi pertengahan Sya’ban tahun 3 Hijriyah, pada perperangan kaum Muslimin mengalami kekalahan.
3. Perang Ahzab (Khandak), terjadi pada bulan Syawal tahun 5 Hijriyah, ahzab artinya golongan-golongan, yaitu gabungan kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, Bani Salim, Bani Asad, Gathfan, Bani Murrah, dan Bani Asyyja, sehingga berjumlah 10.000 lebih.
Pasukan ahzab ini menyerbu Madinah untuk menumpas Islam dan umat Islam. Atas inisiatif dari Salman Al-Farizi, untuk mempertahankan kota Madinah dibuat parit yang dalam dan lebar. Berkat inisiatif itu, kekompakan umat Islam dan pertolongan Allah SWT, dalam perang ini umat Islam memperoleh kemenangan.
Pada tahun keenam hijriyah Rasulullah dan para pengikutnya umat Islam penduduk Madinah yang berjumlah 1000 orang berangkat menuju Mekah untuk melakukian Umrah, agar kaum kafir Quraisy tidak menduga bahwa kedatangan kaum Muslimin ke Mekah itu untuk memerangi mereka maka jauh sebelum mendekati kota Mekah umat Islam sudah mengenakan pakaian Ihran, tidak membawa alat-lat perang, kecuali pedang dalam sarungnya, sekedar untuk menjaga diri di perjalanan.
Rombongan kaum Muslimin tiba disuatu tempat yang bernama "Al-Hudaibiyah", yang letaknya beberapa kilometer dari kota Mekah, dengan maksud selain untuk beristirahat, juga melihat situasi.
Sebenarnya saat itu termasuk bulan yang sucikan oleh bangsa Arab sebelum Islam. Mereka dilarang melakukan perperangan didalamnya. Namun dalam kenyataanya, kaum kafir Quraisy telah menempatkan sejumlah bala tentaranya yang cukup besar di perbatasan kota Mekah, siap untuk melakukan perperangan.
Membaca situasi yang demikian, kemudian Rasulullah mengutus sahabat Usman bin Affan memasuki kota Mekah untuk menemui pimpinan kaum kafir Quraisy dan menjelaskan kepadanya, bahwa kedatangan mereka ke Mekah bukan untuk berperang, tetapi semata-mata untuk melakukan ibadah umrah.
Namun kaum kafir Quraisy bersikeras tidak mengizinkan kaum Muslimin memasuki kota Mekah, dengan alasan akan menjatuhkan wibawa kaum kafir Quraisy pada pandangan bangsa Arab. Sahabat Usman bin Affan ditahan oleh kaum kafir Quraisy bahkan tersiar kabar bahwa beliau telah dibunuh.
Menyikapi kabar tersebut kaum Muslimin telah bersepakat mengadakan "sumpah setia" (bai'at), untuk berperang melawan kafir Quraisy, sampai meraih kemenangan, sumpah setia itu disebut “Baiatu Ridwan”.
Untung di saat genting seperti itu sahabat Utsman bin Affan muncul membawa berita akan diadakannya perundingan antara kaum kafir Quraisy dengan kaum Muslimin. Maka terjadilah perundingan antara delegasi kaum kafir Quraisy yang dipimpin oleh Suhail Ibnu Umar dan delegasi umat Islam dipimpin oleh Rasulullah.
Perundingan tersebut melahirkan kesepakatan antara dua belah pihak, dan melahirkan sebuah perjanjian, yang dikenal dalam sejarah sebagai perjannian Hudaibiyah (Sulhul Hudaibiyah) isi perjanjian tersebut adalah :
1) Selama 10 tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum kafir Quraisy penduduk Mekah dan umat Islam penduduk Madinah.
2) Orang Islam dan kaum Kafir Quraisy yang dating kepada kaum umat Islam, tanpa seizing walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam.
3) Kaum Quraisy tidak menolak orang-orang Islam kembali dan bergabung dengan mereka.
4) Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapatkan rintangan.
5) Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka kembali ke Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:
- Kaum Muslimin memasuki kota Meka setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota Mekah.
- Kaum muslimin memasuki kota Mekah tidak boleh membawa senjata
- Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalam kota Mekah tidak lebih dari tiga hari tiga malam.
Kaum kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan kaum Muslimin. Umat Islam semangkin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk suku-suku bangsa Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri kepada Islam.
Kaum kafir Quraisy merasa terpojok, dan mereka secara sepihak berniat membatalkan perjanjian Hudaibiyah itu, dengan cara menyerang bani Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah orang Bani Khuza’ah mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu kepada Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapatkan pengaduan seperti itu kemudian Nabi Muhammad SAW dengan sepuluh ribu bala tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Meka dari para penguasa kafir dan zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dari Bani Khuza’ah.
Rasulullah sebenarnya tidak menginginkan terjadinya perperangan, yang sudah tentu akan menelan banyak korban jiwa. Untuk itu Rasulullah SAW dan bala tentaranya berkemah di pinggit kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri kekuatan besar dari bala tentara kaum Muslimin.
Taktik Rasulullah seperti itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pimpinan Quraisy yaitu Abbas (paman Rasulullah) dan Abu Sofyan (seorang bangsawan Quraisy yang lahir 567 M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam.
Dengan masuk Islamnya kedua orang pimpinan kaum kafir Quraisy tersebut, Rasulullah dan bala tentaranya dapat memasuki kota Mekah dengan aman dan membebaskan kota itu dari pada penguasa kaum kafir Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Dakwah Islamiah keluar dari Jazirah Arabia
Rasulullah menyerukan umat manusia di luar Jazirah Arabia agar memeluk agama Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah kepada penguasa atau para pembesar mereka. Para penguasa atau para pembesar Negara yang dikirimi surat dakwah Rasulullah itu seperti :
1. Heraclius, Kaisar Romawi Timur
Yang menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihija bin Khalifa. Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah itu. Karena tidak mendapatkan persetujuan dari para pembesar Negara dan para pendeta. Namun surat dakwah itu dibalasnya dengan tutur kata sopan, disamping mengirimkan hadiah untuk Rasulullah.
2. Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah SAW mengiri surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama hatib. Setelah surat dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
3. Syahinsyah, Kaisar Persia
Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong, karena kesombongannya surat dakwah Rasulullah itu dirobeknya. Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek. Rasulullah menjelaskan bahwa Syahinsyah akan dibunuh oleh anaknya sendiri pada malam selasa 10 Jumadil Awal tahun ke 7 H. apa yang diucapakan Rasulullah ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh anaknya sendiri Asy-Syirwaih karena kelalimannya.
4. Kemudian surat dakwah Rasulullah dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja Ethopia), Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrian), Hudzah bin Ali (Raja Yamamah), dan Al-Haris (Gubernur Romawi di Syam).
Diantara pengusa-penguasa tersebut yang menerima seruan dakwah Rasulullah hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrian yang menyatakan masuk Islam dan mengajak para pembesar Negara dan raknyatnya agar masuk Islam.
Strategi Dakwah Rasulullah Periode Madinah
Pokok-pokok pikirannya dijadikan dakwah Rasulullah periode Madinah adalah :
1. Beradakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surat An-Nahl, 16 : 125
3. Berdakwah itu hukumnnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya. Dalil wajibnya : Al-Qur’an Surah Ali Imran, 3: 104, dan hadist Rasulullah SAW.
Usaha-usaha Rasulullah dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah :
a. Membangun Masjid
Mesjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah ialah Masjid Quba, yang berjarak 5 Km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba ini dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu sering mengunjungi Masjid Quba untuk shalat berjama’ah dan menyampaikan dakwah Islam. Fungsi atau peranan mesjid pada masa Rasulullah adalah sebagai berkut:
- Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam dibidang Akidah, ibadah dan ahklak.
- Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat jum’at, shalat tarawih, shalat idul fitri, dan idul adha (lihat Quraisy Al Jinn, 72: 181).
- Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber pada AlQur’an dan Hadist.
- Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah) demi mewujudkan persatuan.
- Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial, misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
- Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
Sejarah mencatat adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah yang bernama "Rafidah".
- Rasulullah menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: Usaha-usaha untuk mengatasi kesulitan, usaha-usaha untuk memajukan umat Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan.
b. Mempersaudarakan antar kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Roderick penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengangkat Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontoh oleh Rasulullah SAW di contoh oleh seluruh sahabatnya misalnya :
- Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang berani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah.
- Abu Bakar Ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
- Umar bin Khatab bersaudara dengan Irban bin Malain Khazraji (Ansar).
- Utsman bin Affan bersaudara dengan Aus bin Tsabit.
- Abdurrahman bin Aur bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah, dipersaudarakan secara sepasang-sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang, pangan dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajiri juga tidak berpengku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khatab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petanu kurma.
Kaum Muhajirin yng belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah ditempatkan dibagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (Penghuni Suffa).
Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan ansar secara bergotong royong. Kegiatan ahlus Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadist, kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang antara kaum Muslimin dengan kaum Kafir, mereka ikut berperang.
c. Perjanjian Bantu Membantu antara Umat Islam dengan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (bani Qainuqa, bani Nazir, dan Bani Quraizah), dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Rasulullah membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non Islam dan tertuang dalam piagam Madinah. Isi piagam Madinah itu antara lain:
1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan, dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang-orang yang mematuhi peraturan.
2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
3. Seluruh penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi, dan orang Arab yang belum masuk Islam sesame mereka hendaknya saling membantu dalam bidang Moril dan materil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
4. Rasulullah adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah, segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah untuk diadili sebagaimana mestinya.
d. Meletakkan dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial Islami demi Terwujudnya Masyarakat Madani.
Islam tidak hanya mengajarkankan bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi dan sosial, yang kesemuanya bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragama Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala Negara (Khalifah).
Sebagai kepala Negara, Rasulullah telah meletakkan dasar bagi sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan itu tidak menyimpang dari tuntunan Al-Qur’an dan Hadist (dalil Naqlinya Q.S An-Nisa’ 4: 59).
Dalam bidang ekonomi Rasulullah telah meletakkan dasar bahwa sistem ekonomi Islam itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial. Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Rasulullah telah meletakkan dasar antara lain adanya persamaan derajat diantara semua individu, semua golongan, dan semua bangsa.
Sesuatu yang membedakan derajat manusia ialah amal salehnya atau hidupnya yang bermanfaat (terkait Q.S. Al-Hujuraat, 49: 13).
sirah nabawiyah
Sejarah Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah
Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan umat Islam Berhijrah Ada dua macam arti hijrah, Pertama, Hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan di ridhoi-Nya.