,

Ma'ruf Amin dan Pembangunan Ekonomi Umat

Ma'ruf Amin dan Pembangunan Ekonomi Umat
Joko Widodo dan Ma'ruf Amin telah resmi mendaftar sebagai pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Terpilihnya Ma’ruf Amin, 75, di masa terakhir menjelang pengumuman, mendapat sorotan publik. Posisi cawapres dianggap sangat penting, apalagi perekonomian ke depan masih akan menghadapi berbagai tantangan dalam negeri dan global.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy menyatakan Ma’ruf memiliki pemahaman ekonomi sehingga nantinya dapat diandalkan dalam membuat kebijakan yang tepat.

Rommy, panggilan akrab Romahurmuziy mengatakan Ma'ruf merupakan salah satu ahli ekonomi syariah yang bernaung dalam Masyarakat Ekonomi Syariah. Ma’ruf juga merupakan Guru Besar Bidang Ekonomi Muamalat Syariah di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Dalam pidato politik di Gedong Joang 45, Jakarta pada Jumat (10/8), Jokowi mengatakan Ma’ruf memiliki pemikiran ekonomi baru yang dianggap cocok dengan Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk muslim besar dan penduduk miskin yang masih banyak.

"Sehingga bisa memperkuat ekonomi umat di seluruh tanah air," kata Jokowi. Jokowi merasa apabila memimpin dengan Ma'ruf, maka dapat melanjutkan pekerjaan empat tahun belakangan untuk masyarakat miskin, kawasan terbelakang, hingga di perbatasan.

Tujuannya agar 40% masyarakat terbawah dapat merasakan kemajuan ekonomi. "Kami ingin mewujudkan keadilan sosial dan melanjutkan pemerataan," kata Jokowi.

Meski didaulat sebagai ahli ekonomi syariah, namun sosok Ma’ruf hanya dikenal publik sebagai tokoh ulama. Sehingga hanya sedikit yang mengenal pemikirannya.

Berikut dua poin pemikiran ekonomi Ma’ruf yang terekam dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang pada Mei 2017.  Pidato tersebut berjudul Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) Sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Indonesia.

1. Mendukung perluasan ekonomi berbasis syariah

Dalam orasi ilmiahnya, Ma’ruf banyak membahas pengaruh fatwa kepada penerbitan perundangan dan dampak kepada ekonomi syariah. Ma'ruf memberi contoh soal hukum bunga perbankan yang dianggap riba sehingga menumbuhkembangkan sektor ekonomi syariah.

Dia mengatakan MUI pernah mengeluarkan fatwa keharaman bunga bank lantaran dianggap riba yang kemudian berdampak kepada bertambah banyaknya bank syariah. Fatwa tersebut juga mengakibatkan pemerintah menerbitkan beberapa undang-undang seperti UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

"Tahun 1990-1998 hanya ada satu bank syariah, pada 1998 sampai 2002 lahir lima bank syariah. Sedangkan sejak 2003 semakin banyak muncul bank syariah, baik Unit Usaha Syariah ataupun Bank Umum Syariah," kata Ma'ruf dalam pidatonya.

Ma'ruf juga sempat menyambut baik usaha pemerintah yang memulai pengembangan ekonomi syariah sebagai bagian meningkatkan ekonomi umat. Salah satu contohnya adalah penerbitan sukuk, dan instrumen keuangan syariah lainnya seperti asuransi, pembiayaan, dan pasar modal. Namun di luar keuangan syariah, dirinya masih berharap bukan itu saja yang dikembangkan."Tapi juga bisnis dan wisata syariah," katanya.

2. Pendekatan ekonomi Bottom up

Ma’ruf mendukung pendekatan ekonomi dari bawah ke atas (bottom up) dan meninggalkan pendekatan top down atau dari atas ke bawah. Pendekatan bottom up disebutnya telah dicanangkan MUI sebagai konsep era ekonomi baru di Indonesia.

Dia mengatakan, ke depannya, ekonomi nasional harus ditopang oleh ekonomi umat, bukan hanya ditopang oleh segelintir konglomerat.

Lebih lanjut Ma’ruf mengatakan apabila komitmen pemerintah ini dapat berjalan dengan mulus, maka Indonesia dapat menciptakan pasar dan sekaligus sebagai pemain ekonomi syariah.

”Selain Indonesia menjadi potensial market karena jumlah penduduknya yang mayoritas muslim, juga karena ekonomi syariah memberikan manfaat ekonomi(economic benefit) bagi para pelakunya,” tutur dia.

katadata.co.id | Ameidyo Daud