Pengangkatan Muhammad sebagai Rasulullah

Pengangkatan Muhammad sebagai Rasulullah
Allah Ta'ala yang pengasih lagi penyayang tidak membiarkan umat manusia, khususnya masyarakat Arab (saat itu) berada dalam kebodohan sepanjang zaman. Lalu Dia mengutus seorang nabi dan rasul-Nya yang terakhir yakni Muhammad SAW. 

Pengangkatan Muhammad sebagai Rasul, terjadi pada 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala Muhammad sedang bertahanus di Gua Hira. Saat itu Muhammad berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilometer sebelah utara kota Mekkah dan berada di lerengnya (kira-kira berjarak 20 m dari puncaknya). 

(Simak juga: Dinamika Syi'ar Islam di Korea Selatan)

Pengangkatan Muhammad sebagai Rasulullah ditandai dengan turunnya malaikat Jibril pada 17 Ramadhan 610 M, untuk menyampaikan wahyu yang pertama yakni Al-Qur’an pertama, dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an (Nuzulul Qur'an)

Setibanya di rumah, Muhammad menceritakan kepada istrinya, Khadijah, peristiwa yang dialaminya. Sebenarnya Khadijah mempercayai segala apa yang diceritakan suaminya, tetapi ia ingin mengetahui bagaimana pendapat Waraqah bin Naufal, saudara sepupunya terhadap peristiwa yang dialami suaminya itu. Waraqah adalah seorang pemikir yang telah berusia lanjut beragama Nasrani, yang telah menyalin kitab injil dari bahasaIbrani kedalam bahasa Arab.

(Baca juga : Sejarah Perjalanan Haji di Masa Silam)

Setelah Waraqah bin Naufal mengetahui semua peristiwa yang dialami oleh Muhammad, ia berkata, "Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah datang kepada Isa AS. Alangkah baiknya kalau aku masih muda dan masih hidup sewaktu kamu diusir oleh kaummu, "Muhammad berkata. “Apakah kaumku akan mengusirku? Jawab Waraqah, "Ya, tidak seorangpun datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa (ajaran Islam), yang tidak dimusuhi, jika sekiranya aku masih hidup pada masa itu, tentu aku akan menolongmu dengan sekuat tenagaku." (H.R. Ahmad, Al-Qur’an Bukhari dan Muslim).

Strategi Dakwah Rasulullah Periode Mekkah

Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekkah adalah agar masyarakat Arab meninggalkan akhlaq jahiliyah, moral dan hukum, sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Muhammad dan ajaran Islam yang disampaikannya, untuk diamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika masyarakat Arab telah mengamalkan seluruh ajaran Islam dengan niat ikhlas karena Allah SWT tentu akan memperoleh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

(Baca juga : Yang Luar Biasa dari Mekkah dan Madinah)

Strategi dakwah Rasulullah dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:

1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Cara ini ditempuh oleh Rasulullah selama 3 sampai 4 tahun karena yakin bahwa masyarakat Arab Jahiliyah masih sangat kuat mempertahankan kepercayaan dan tradisi warisan leluhur mereka, sehingga mereka bersedia berperang dan rela mati dalam mempertahankannya.

Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, pusat dakwah Rasulullah difokuskan di rumah Arqam bin Abi Arqam.Orang orang yang mula mula masuk Islam pada periode Mekkah ini dikenal dengan istilah as-Sabiqunal Awwalun.

(Simak juga : Imperium Islam Andalusia Pengawal Renaisans di Eropa)

2. Dakwah secara terang-terangan
Dakwah terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an surat 26: 214-216.

Tahap-tahap dakwah Rasulullah secara terang-terangan ini dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut:

a. Mengundang kaum kerabat keturunan dari bani Hasyim untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak mereka agar masuk Islam. Tapi karena cahaya Hidayah Allah SWT waktu itu belum menyinari hari mereka, mereka belum menerima Islam sebagai agama mereka. Namun ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tapi merahasiakan keislamannya, pada waktu itu dengan tegas menyatakan keislamannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Jahiliyah’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.

(Simak juga : Kisah Kerajaan Turki Usmani Dalam Hikmah Sejarah)

b. Rasulullah mengumpulkan penduduk kota Mekkah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Syafa, yang letaknya tidak jauh dari Ka’bah.

Rasulullah memberikan peringatan kepada semua yang hadir agar segera meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala dan hanya menyembah atau menghambakan dirinya kepada Allah SWT, Yang Maha Esa, pencipta dan pemelihara alam semesta. Rasulullah juga  menegaskan, jika peringatan yang disampaikannya itu dilaksanakan tentu akan meraih ridha Illahi bahagia di dunia dan akhirat. Tetapi apabila peringatan itu diabaikan tentu akan mendapat murka Allah Ta'ala, sengsara di dunia dan akhirat.

Menanggapi dakwah Rasulullah tersebut diantara yang hadir ada kelompok yang menolak disertai teriakan dan ejekan. Ada kelompok yang diam saja lalu pulang. Bahkan Abu Lahab, bukan hanya mengejek, tetapi berteriak-teriak bahwa Muhammad orang gila, seraya ia berkata "Celakalah engkau Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?" sebagai balasan terhadap kutukan Abu Lahab itu turunlah ayat Al-Qur’an yakni berisi kutukan Allah SWT terhadap Abu Lahab, 111: 1-5.

(Simak juga : Masjid Raya Cordoba Saksi Kejayaan Islam di Eropa)

Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dua orang yang kuat dari kalangan kaum Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman nabi SAW), dan Umar bin Khatab, Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedang Umar bin Khatab (581-644 M), tidak lama setelah sebagian kaum Muslimin berhijrah ke Habsyah atau Ethiopia pada tahun 615M.

c. Rasulullah menyampaikan seruan dakwahnya kepada penduduk di luar kota Mekkah, sejarah mencatat bahwa penduduk di luar Mekkah yang masuk Islam antara lain:

- Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar, yang bertempat tinggal disebelah barat laut Mekah atau tidak jauh dari laut Merah, menyatakan diri dihadapan Rasulullah SAW masuk Islam. Keislamannya itu kemudian diikuti oleh kaumnya.

- Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus yang bertempat tinggal di wilayah barat kota Mekah, menyatakan diri masuk Islam dihadapan Rasulullah SAW, keislamannya itu diikuti oleh bapak, istri, keluarganya serta kaumnya.

- Dakwah Rasulullah terhadap penduduk Yatsrip (Madinah) yang datang ke Mekkah untuk berziarah nampak berhasil. Berkat hidayah Allah SWT, para penduduk Yatsrip, secara bergelombang telah masuk Islam dihadapan Rasulullah. 

Gelombang pertama tahun 620 M telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua 621 M, sebanyak 13 orang dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi, yakni 73 orang diantaranya 2 orang perempuan.

Pada gelombang ketiga ini telah datang ke Mekkah untuk berziarah dan menemui Rasulullah, penduduk berasal dari Yatsrip. Waktu itu ikut pula berziarah ke Mekkah, orang-orang Yatsrip yang belum masuk Islam. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah, yang kemudian, menyatakan diri masuk Islam dihadapan Rasulullah.

(Baca juga : Kenikmatan Spiritual dalam Masjid-Masjid Bersejarah)

Pertemuan umat Yatsrip dengan Rasulullah ini, terjadi pada tahun ke 13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah, isi Bai’atul aqabah tersebut merupakan peryataan umat Islam Yatsrip bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah, walaupun untuk itu mereka harus mengorbankan tenaga, harta, bahkan jiwa, selain itu mereka meminta kepada Rasulullah dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrip.

Setelah terjadi peristiwa Bai’atul Aqabah itu, kemudian Rasulullah menyuruh para sahabatnya yakni orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Mekkah, untuk segera berhijrah ke Yatsrip. Para sahabat Rasulullah melaksanakan suruhan Rasulullah tersebut. Mereka berhijrah ke Yatsrip secara diam-diam dan sedikit demi sedikit, sehingga dalam waktu dua bulan umat Islam Mekkah telah berhijrah ke Yatsrip.

(Simak juga: Al Aqsha, Tempat Pahala Shalat Dilipatgandakan)

Sedangkan Rasulullah, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, dan Ali bin Abu Thalib masih tetap tinggal di Mekkah, menunggu perintah dari Allah SWT untuk berhijrah. Setelah datang perintah dari Allah SWT kemudian Rasulullah berhijrah bersama Bakar Ash-Shiddiq ra meninggalkan kota Mekkah tempat kelahirannya menuju Yatsrip. 

Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ini terjadi pada bulan Rabiul Awal tahun 1 hijrah (622M)

Sedangkan Ali bin Abu Thalib, tidak ikut berhijrah bersama Rasulullah, karena ia ditugaskan oleh Rasulullah untuk mengembalikan barang-barang orang lain yang dititipkan kepadanya, setelah perintah Rasulullah itu dilaksanakan kemudian Ali bin Abu Thalib berhijrah menyusul Rasulullah ke Yatsrip.

Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
Kaum Quraisy menolak dakwah Rasulullah SAW, setelah berdakwah itu dilakukan secara terang-terangan, yakni semjak tahun ke-4 kenabian, Prof.Dr.A Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab kaum Kafir Quraisy menentang dakwah Rasulullah, yakni:

a. Rasulullah mengajarkan tentang adanya persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mulia tidaknya seseorang tergantung ketakwaannya kepada Allah SWT. Orang miskin yang bertkawa, dihadapan Allah SWT lebih mulia dari pada orang kaya yang durhaka (lihat Q.S Al-Hujurat, 49:13).

Kaum kafir Quraisy terutama para bangsawan sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak ini, mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat, mereka ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.

(Simak juga : Mengapa Kisah Musa Banyak Tertulis di Qur'an)

b. Islam mengajarkan adanya kehidupan sesudah mati, yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, maka di alam kuburnya akan memperoleh kenikmatandan di alam akhiratnya akan masuk surga. Sedangkan manusia yang ketika didunianya durhaka dan banyak berbuat dosa, maka di alam kuburnya akan di siksa, dan di alam akhiratnya akan masuk neraka.

Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam tersebut, karena mareka merasa ngeri dengan siksaan kubur dan azab neraka.

c. Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidup bermasyarakat warisan leluhur mereka, mereka berkata "cukuplah bagi kami apa yang telah kami terima dari nenek moyang kami” (Q.S Al-Mai’dah, 5: 104).

d. Islam melarang menyembah berhala, memperjual belikan berhala-berhala, dan melarang penduduk Mekah dan luar Mekah berziarah memuja berhala, padahal itu semua mendatangkan keuntungan ekonomi terhadap kaum kafir Quraisy. Oleh karena itulah mereka menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah.

(Baca juga : Rencana Balasan Allah Bagi Musuh-Musuh Nuh AS dalam sebuah Makar)

Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah bermacam-macam antara lain:

- Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiah, dan anaknya al-Muammil dan az-zanirah disiksa oleh para pemiliknya atau tuannya dibatas peri kemanusiaan. Bahkan Az-zanirah disiksa hingga mengalami kebutaan dan Ummu Amr binti Yasit, budak milik bani makhzum disiksa oleh tuannya sampai mati.

(Simak juga : Siapa Penghuni Bumi Sebelum Adam)

Abu Bakar As-siddiq tidak tega melihat saudara-saudaranya seiman disiksa seperti itu, lalu beliau memerdekakan beberapa orang dari mereka termasuk Bilal, dengan cara memberikan uang tembusan kepada tuannya.

- Setiap keluarga dari kalangan kaum kafir Quraisy diharuskan untuk menyiksa keluarganya yang telah masuk Islam, sehingga ia kembali menganut agama keluarganya (agama watsani).

- Rasulullah sendiri dilempari kotoran oleh Ummu Jamil (istri Abu Lahab) dan dilempari isi perut kambing oleh Abu Jahal, nama asli Abu jahal adalah Umar Abu al-hakam yang artinya Amr Bapak juru damai. Umat Islam mengganti nama itu manjadi Abu Jahal yang artinya Bapak kebodohan.

- Kaum kafir Quraisy meminta Abu Thalib paman pelindung Rasulullah, agar Rasulullah menghentikan dakwahnya. Namun kala Abu Thalib menyampaikan keinginan kaum kafir Quraisy tersebut Rasulullah bersabda; "wahai pamanku demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah, hingga aku menang atau aku binasa karenanya."

- Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Muhammad agar permusuhan diantara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Disaat lain umat Islam menganut agama kaum kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.

Usul tersebut ditolak oleh Muhammad, karena menurut ajaran Islam mencampur adukkan akidah dan ibadah Islam dengan akidah dan ibadah bukan Islam termasuk perbuatan haram dan merupakan dosa besar. (terkait Q.S Al kafirun, 109: 1-6).

Menghadapi tantangan keras kaum kafir Quraisy, Muhammad bersabar, bertawakal dan berdo’a, beliau menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk Ustman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke Habsyah (Ethiopia), karena raja Negus di negeri itu suka memberikan jaminan keamanan kepada orang-orang yang meminta perlindungan kepadanya. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habsyah terjadi pada tahun 615 M.

(Simak juga: Antara Iblis, Malaikat dan Manusia)

Suatu saat, ke 16 orang yang hijrah ke Habsyah ini kembali ke Mekkah, karena mereka menduga Mekkah keadaannya sudah normal dengan masuk Islamnya seorang bangsawan Quraisy yang gagah berani yakni Umar bin Khatab. Namun dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal, pimpinan kaum Quraisy memerintahkan agar setiap keluarga dari kabilah Quraisy meningkatkan tekanan dan siksaan terhadap anggota keluarganya yang masuk Islam.

Menghadapi situasi yang demikian, akhirnya Rasulullah meminta para sahabatnya, untuk yang kedua kalinya agar kembali hijrah ke Habsyah. Jumlah para sahabat yang berhijrah pada saat itu sebanyak 83 orang laki-laki dan 18 orang wanita, dibawah pimpinan Ja’far bin Abu Thalib. Di negeri Habasyah ini selain memperoleh jaminan keamanan dari Raja Negus, para sahabat juga memiliki kebebasan melaksanakan ibadah.

(Simak juga: Adalah Ja'far Bin Abu Thalib, Pria yang Mirip Rasulullah)

Pada tahun ke 10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya wafat dalam usia 87 tahun. Empat hari setelah itu istri tercintanya Khadijah juga wafat dalam usia 65 tahun. Dalam sejarah Islam tahun ini wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘Amul Huzni (tahun duka cita).

Wafatnya Abu Thalib sebagai pemimpin Bani Hasyim, menyebabkan Abu Lahab seorang kafir yang sangat keras dalam memusuhi Muhammad, menggantikan kedudukan Abu Thalib sebagai pemimpin. Semenjak itu Rasulullah tidak memperoleh perlindungan dari kaum kerabatnya yakni Bani Hasyim.

Allah SWT senantiasa melindungi Muhammad dari berbagai kesulitan. Tidak lama Bani Hasyim pimpinan Abu Lahab, Mut’im bin Adi pemimpin kaum Naufal menyatakan perlindungannya terhadap Nabi SAW. Bahkan menjelang peristiwa hijrah tahun 622 M, umat Islam Yatsrib telah bersumpah setia akan melindungi Muhammad beserta para pengikutnya. (*)

(Simak juga: Sejarah Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah)

jumrahonline | jumrah.com