1. Dua jalur menuju Jamarat ditutup tanpa alasan
Ketua Tim Jamaah Haji Iran, Said Ohadi mengatakan tragedi Mina bisa dihindari seandainya dua jalur menuju Jamarat (tempat pelaksanaan lempar jumrah) tidak ditutup.
Selepas salat Idul Adha, ribuan jamaah yang melewati rute Jalan 204 berbondong-bondong menuju Jamarat. Mereka mengejar waktu yang afdhal melakukan rukun wajib haji itu.
Namun, Ohadi terkejut karena rombongannya mendapati dua jalur ditutup. Padahal, ketika kepanikan mulai terjadi akibat adanya jamaah asal Mesir jatuh di salah satu jembatan, jalur itu bisa menjadi rute evakuasi darurat.
"Jalur itu ditutup untuk alasan yang tidak terjelaskan," ujarnya.
Ohadi meyakini penutupan itulah biang kerok utama sehingga jamaah saling injak. Jamaah Iran yang tewas mencapai 89 orang dalam insiden di Mina tahun ini.
"Insiden hari ini menunjukkan ketidakmampuan pengelola haji mengatur arus jamaah, serta kurang adanya perhatian terhadap keselamatan jamaah haji," ungkap Ohadi.
Jamaah haji asal Inggris, Bashaar Jamil yang selamat dari tragedi menuturkan alasan yang sama. Selepas lempar jumrah, dia bersama ibunya mendapati dua jalur ditutup.
"Itu 30 menit sebelum tragedi terjadi. Sebelum dua jalur itu ditutup, sebetulnya arus menuju Jamarat ramai lancar," akunya.
2. Tidak ada posko kesehatan darurat
Kantor berita AFP mewawancarai seorang jamaah haji asal Sudan yang selamat dari tragedi saling injak di Mina. Dia menyebut ribuan orang merangsek ke sana kemari akibat dehidrasi. Banyak yang tidak sabar menuju Jamarat, karena jarak masih jauh.
Situasi diperparah ketiadaan posko kesehatan darurat. Jamaah lansia, difabel, ataupun yang kelelahan, menurutnya harus bisa menepi di jalur padat 204.
"Ini pelaksanaan haji paling buruk dari yang pernah saya ikuti tiga kali sebelumnya," kata jamaah enggan disebut namanya itu.
Jamaah asal Inggris, Bashar Jamil, yang selamat beberapa menit sebelum tragedi saling injak terjadi, mengatakan seharusnya ada jalur darurat untuk manula atau jamaah difabel. "Saya melihat ini faktor ketidaksiapan pemerintah Saudi," tuturnya.
3. Tidak ada petugas mengatur arus jamaah
Abdullah Lofty (44) termasuk korban selamat dalam Tragedi Mina. Jamaah asal Mesir ini mengaku tidak pernah sekalipun mendengar arahan petugas dari pemerintah Saudi yang membatasi jumlah jamaah menuju Jamarat.
Ketika ribuan orang berbondong-bondong menuju Jalur 204 selepas pukul 07.00 waktu setempat, semuanya bergerak sendiri-sendiri tanpa komando yang jelas.
"Terlihat ketidaksiapan pengelola haji mengatur sekian banyak orang. Seharusnya insiden seperti ini tidak perlu terjadi," ungkapnya saat diwawancarai kantor berita Associated Press.
4. Kuota meningkat, Saudi tak sanggup lagi urus haji sendirian
Ali al-Ahmed, peneliti ibadah haji, mengatakan Makkah merupakan kota suci paling mematikan di dunia. Data peneliti Yayasan Kajian Teluk ini menunjukkan lebih dari 7 ribu jamaah meninggal 30 tahun terakhir ketika menjalankan rukun Islam kelima.
"Saudi sebetulnya tidak layak lagi mengelola pelaksanaan haji sendirian," kata Ali.
Pengelolaan arus jamaah yang tersentral disebut-sebut sebagai biang kerok insiden fatal kerap terjadi selama pelaksanaan haji di sekitar Makkah. Dia mengusulkan OKI membentuk panitia bersama mengelola ibadah haji.
Ironisnya, kata Ali, Saudi terus meningkatkan kuota haji saban tahun. Dampaknya sudah terlihat dari tragedi crane tempo hari. Renovasi Masjidil Haram melibatkan alat berat tujuannya agar bisa menampung lebih banyak jamaah tahun depan.
"Jelas sekali ketika (crane jatuh) proses pembangunan telah mengabaikan keselamatan jamaah. Tentu saja pemerintahan Saudi tidak bisa lepas tangan," tudingnya.
merdeka.co.id
tajuk
Arab Saudi Diyakini Ceroboh dalam Insiden Mina, Ini Alasannya
Ketua Tim Jamaah Haji Iran, Said Ohadi mengatakan tragedi Mina bisa dihindari seandainya dua jalur menuju Jamarat (tempat pelaksanaan lempar jumrah) tidak ditutup. Selepas salat Idul Adha, ribuan jamaah yang melewati rute Jalan 204 berbondong-bondong menuju Jamarat. Mereka mengejar waktu yang afdhal melakukan rukun wajib haji itu.