Dalam sebuah program talkshow di sebuah televisi berita, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Mahfud MD mengatakan bahwa pengikut Rizieq Shihab tidak banyak. Mereka yang ikut serial Aksi Bela Islam adalah massa Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang ikut numpang protes soal keadilan.
Pernyataan menarik Mahfud MD itu langsung menjadi pembicaraan di media sosial. Banyak yang menanggapi positif dan menyatakan sependapat, ada juga yang tidak sependapat dengan pernyataan itu.
“Tapi bagi saya sendiri jutaan orang yang ikut Aksi 411 dan 212 bukanlah pengikut Habib Rizieq, melainkan orang-orang yang “menumpang” untuk ikut melakukan protes. Bahkan saya meyakini, pada umumnya pengikut kedua aksi itu adalah warga NU dan Muhammadiyah,” ujar Mahfud MD.
Alasannya menurut Mahfud, tidak mungkin massa sebanyak itu bisa terkumpul jika bukan dari warga Muhammadiyah dan NU. “Mereka terpaksa ikut menumpang karena, maaf, organisasi resminya, NU dan Muhammadiyah, lebih banyak melakukan amar makruf dan kurang melakukan nahi munkar,” tegasnya.
Pernyataan Mahfud MD diperkuat dengan sikap NU dan Muhammadiyah yang menolak tegas dengan upaya sekelompok orang yang ingin mengubah ideologi Pancasila dengan Khilafah Islamiyah.
"NU dan Muhammadiyah sepakat Indonesia bukan negara agama, bukan negara suku, tapi negara kebangsaan," tegas kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj di Jakarta, Jumat kemarin.
Indonesia diketahui sebagai negara dengan mayoritas Islam terbesar di dunia. Namun, keputusan pendiri bangsa membuat Indonesia bisa hidup dengan beragam latar belakang masyarakatnya. Keputusan itu tepat. Beragamnya budaya dan latar belakang membuat Indonesia terlihat semakin kaya.
Munculnya dugaan upaya mengubah Indonesia menjadi negara agama, berkaitan dengan rencana pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Rencana itu setelah pemerintah memastikan bahwa HTI merupakan gerakan anti Pancasila.
Sikap politik pemerintah disetujui NU. Said Aqil sebagai ulama juga melihat rencana pembubaran HTI telah sesuai. Sebab, dia beranggapan setiap ormas ingin berupaya menegakkan khilafah harus disikapi dengan tegas. Khilafah sendiri merupakan sistem pemerintahan mengikuti syariat Islam. Hal itu belakangan kerap digembar-gemborkan para pengurus HTI.
Ternyata apa yang dikatakan Mahfud MD dan sikap NU dan Muhammadiyah yang setia dengan Pancasila dibuktikan hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, hasilnya lebih dari 70 persen umat Muslim menolak negara Islam.
"Di segmen agama mayoritas responden Muslim dengan 72,8 persen menginginkan demokrasi Pancasila," kata Peneliti LSI, Andrian Sopa di kantornya, Jumat (19/5/2017).
Sedangkan responden beragama Protestan 83,3 persen menginginkan demokrasi Pancasila. Katolik 81,8 persen. Hindu 73,5 persen dan pemeluk agama lainnya 83,3 persen.
"Yang menarik umat Muslim adalah mayoritas di Indonesia. Namun dari hasil survei tampak mereka menolak negara Islam," ujarnya.
Hal tersebut diperkuat dari hasil survei dengan pertanyaan, `apakah bapak ibu menginginkan Indonesia tumbuh menjadi negara demokrasi liberal seperti Amerika, negara Islam seperti Timur Tengah, atau berdasarkan keunikan sendiri seperti demokrasi Pancasila?`.
"74,0 persen memilih demokrasi Pancasila. 8,7 persen menginginkan negara Islam seperti Timur Tengah. 2,3 persen ingin demokrasi liberal seperti negara barat dan 15,0 persen tidak menjawab," katanya.
Penolakan negara Islam diperkuat dengan survei berdasarkan orientasi keagamaan Islam dari responden. Nahdlatul Ulama sebanyak 78,2 persen memilih demokrasi Pancasila. Muhammadiyah sebanyak 71,0 persen. Organisasi Islam lainnya 61,3 persen. Bukan bagian organisasi Islam mana pun 72,5 persen.
Survei ini dilakukan pada 5-7 Mei 2017 di seluruh Indonesia. Survei menggunakan 1200 responden dengan metode multistage random sampling dan margin of eror 2,9 persen. Selain itu survei dilakukan dengan cara wawancara, tatap muka dengan responden dan kuisioner.
wartabuana.com | Ade Donovan