Sepanjang awal abad ke13, umat muslim sama sekali tidak memerlukan tiket pesawat untuk berziarah haji.
Perjalanan haji masa lalu adalah maraton yang sangat panjang di tengah medan yang tak mengenal ampun, dan ziarah itu bisa memakan waktu puluhan tahun bila seseorang harus berhenti dalam perjalanan untuk bekerja dan menyimpan sebelum berangkat melanjutkan perjalanan kembali.
Bahkan perjalanan darat sering 'dikotori' dan 'rusak' oleh para perampok, serangan penyakit, kekurangan air atau tersesat dan hilang. Dan setiap peziarah yang berlayar di lautan pun mengetahui bahwa laut telah menelan banyak kapal layar beserta para penumpangnya. Juga risiko sering dikenakan pungutan pajak kepada peziarah untuk membatasi mereka, tapi ini tidak sedikit pun membuat surut arus kedatangan para peziarah haji di masa itu.
Keteguhan iman para peziarah haji dalam perjalanan itu mengalahkan kemampuan pasukan kerajaan yang bertahan dalam situasi perang, kelaparan dan serangan wabah penyakit. Kisah perjalanan ziarah haji masa lalu itu, selalu menginspirasi umat muslim selama berabad-abad dan memberi gambaran nyata atas pengorbanan dan keikhlasan, juga keimanan, dan pengagungan kepada Allah Ta'ala.
Kisah para peziarah, kafilah dari berbagai rute itu menjadi perekat yang menyatukan seluruh peradaban Islam di semua jaman. Semuanya makin mempertegas bahwa perjalanan ke tanah suci bukan sekadar destinasi wisata.
Tahun-tahun terakhir, jamaah haji datang dengan cara yang sangat cepat dan dalam jumlah yang sangat masif. Hanya diperlukan selama 75 tahun untuk merealisasi perjalanan dengan kapal uap, kereta api, bus serta pesawat. Setelah semua itu tersedia, maka rute-rute darat yang telah bertahan selama hampir 13 abad itu, menjadi tampak usang.
Pada akhir abad ke-19, terutama setelah dibukanya Terusan Suez, terjadi peningkat-an jumlah peziarah yang menuju Mekkah dengan kapal laut yang berlabuh di dermaga di Jeddah. Tidak hanya orang Mesir yang turun ke laut, tapi dari Suriah dan Anatolia pun berlayar dari Beirut melalui kanal-kanal, dan jumlahnya terus bertambah dari India serta Indonesia yang tiba dari Samudera Hindia.
Tahun 1908 pembukaan Hijaz Railway dari Damaskus ke Jeddah menjadi awal hilang-nya tradisi perjalanan kafilah Damaskus. Setelah Perang Dunia II, rute ke Mekkah itu ditandai semakin banyak melalui udara. Tahun 1990, sebesar 95 persen jamaah haji dari luar Saudi (dan banyak orang-orang Arab) tiba dengan pesawat terbang. Hanya beberapa gelintir peziarah yang lewat jalur darat, sebagian besar dari negara-negara Timur Tengah yang berbatasan Arab Saudi, mereka meluncur di jalan raya dengan bus ber-AC berkecepatan tinggi.
Dan itu menjadi akhir dari abad 'kelompok kafilah' yang penuh pengorbanan, usaha keras, kesabaran dan keimanan, yang menjadi ujian bagi para peziarah haji dalam menjelajah ke negeri-negeri yang tidak dikenalnya. Sarat dengan tantangan dan bahaya di tengah gurun. Namun di atas pelana unta itu, mereka memiliki keyakinan untuk memenuhi 'undangan' Allah Ta'ala.
< sebelumnya | selanjutnya >
* Ditulis oleh Erwin E Ananto