Bekal utama, Keikhlasan Hati
Ziarah ke tanah suci Mekkah dan Madinah, sama sekali berbeda dengan berwisata seperti ke Roma, London, Paris, Spanyol, San Fransisco dan kota-kota bersejarah lainnya. Tujuan pergi ke Mekkah adalah untuk memenuhi panggilan Allah Ta'ala, sekurang-kurangnya sekali seumur hidup, "manis tatho'a ilaihi sabila" (orang-orang yang sanggup berjalan ke sana), berjalan di tempat yang panas di padang tandus.
Sebagaimaan madzhab lama, ada yang menyatakan "hendaklah kita semua sanggup berjalan kesana." Buya Hamka mengkisahkan, suatu hari dalam sebuah perjalanan haji, Ia berkendara dari kota Madinah menuju Mekkah. Ia melihat seorang pria yang sedang berjalan kaki di tengah gurun. Ia berhenti dan turun dari kendaraannya untuk menemui pria itu, dan bertanya dari mana dan mau kemana ia (pria itu) akan pergi. Pria itu mengatakan, dia dari negeri Afganistan hendak pergi ke Madinah.
Lalu ia kembali ke mobil dan mengambil sebuah bingkisan, untuk diberikan kepada pria itu sebagai oleh-oleh (hadiah) untuk perjalanannya. Menerima bingkisan itu, seketika pria itu mengucap "Alhamdulillah" dan meneteskan air mata.
Kejadian ini, menurutnya dapat menjadi pengingat bahwa tidak sedikit umat muslim yang mau berjuang dalam perjalanan (jalan kaki) menuju ke Mekkah dengan dipenuhi keikhlasan dalam hatinya.
Di lain kisah, pengalaman haji Presiden Soekarno selama menunaikan ibadahnya di Mekkah. Suatu ketika, ia pun sampai di hadapan Rhaudah, ia berlutut di depan makam Rasulullah dan memanjatkan do'a-do'a tanpa sanggup menahan isakan tangis. Itu pun terjadi dalam pengalaman Bung Hatta ketika ia berhaji ke tanah suci.
Begitulah kiranya isi hati umat muslim, yang penuh cinta dan keikhlasan dalam berangkat memenuhi panggilan Allah ke Tanah Suci. Sebuah tempat yang sangat berbeda dari tempat-tempat ziarah lain seperti masjid Sevila, Kordova, Alhambra, dan tempat-tempat indah dan 'keramat' lain di berbagai belahan bumi.
Kerinduan hati umat muslim hanya tertaut ke tanah suci Mekkah dan Madinah, yang setiap sudut kota dipenuh dengan hidayah.
Bagaimana pun juga setelah mereka sampai ke tanah air. Dalam ingatan umat muslim masih lengkap terbayang thawaf mengitari Ka'bah, mengambil air di sumur zam-zam, shalat di makam Ibrahim AS, mencium hajar aswad, wuquf di Arafah di dalam ribuan tenda dan melantunkan dzikir dan doa, bersama berjuta umat muslim sedunia, di satu tempat yang sama.
Dimensi Keikhlasan beribadah
Islam mengajarkan bahwa semua ibadah hendaknya dilakukan semata-mata ikhlas karena Allah. Karena hanya dengan niat yang terikhlaslah akan terjamin kemurnian ibadah yang akan membawa manusia dekat kepada Allah. Tanpa adanya keikhlasan hati, mustahil ibadah akan diterima Allah.
Ibadah Haji dan Umrah memiliki hikmah dalam memperteguh hati agar menjadi ranah subur bagi tumbuhnya keimanan kepada Allah Ta'ala.
Dengan demikian, haji atau pun umrah sudah seharusnya menjadi landasan setiap amal perbuatan kita, agar kita mengorientasikan tujuan kehidupan ini semata-mata hanya untuk mencapai ridha Allah.
< sebelumnya |
*Ditulis oleh Erwin E Ananto - Jumrah.com
tajuk
Peziarah Haji dari Nusantara Masa Silam (2)
Ziarah ke tanah suci Mekkah dan Madinah, sama sekali berbeda dengan berwisata seperti ke Roma, London, Paris, Spanyol, San Fransisco dan kota-kota bersejarah lainnya. Tujuan pergi ke Mekkah adalah untuk memenuhi panggilan Allah Ta'ala, sekurang-kurangnya sekali seumur hidup, "manis tatho'a ilaihi sabila" (orang-orang yang sanggup berjalan ke sana), berjalan di tempat yang panas di padang tandus.