Tentang Tanda Hitam di Dahi Bekas Sujud

Tentang Tanda Hitam di Dahi Bekas Sujud
Kepada redaksi Bahtsul Masail NU (Nahdatul Ulama) Online disampaikan sebuah pertanyaan bahwa ada yang mengatakan bahwa tanda kehitaman di dahi itu menunjukkan kesalehan seseorang. 

Sehingga seringkali kita jumpai orang-orang dengan sengaja menciptakan tanda hitam di dahinya dengan cara ketika bersujud menekan dahinya kuat-kuat sehingga menimbulkan semacam luka lebam yang membekas di dahinya. Apakah tindakan seperti dapat dibenarkan?

Biasanya orang yang memiliki tanda hitam di jdahinya itu sering diasumsikan sebagai orang yang rajin shalat sehingga dianggap sebagai perlambang kesalehan seorang muslim.

Namun sepanjang yang kita ketahui bersama, ukuran kesalehan seorang muslim tidak ditunjukkan dengan adanya tanda hitam di dahi sebagaimana dimaksud. Kesalehan selalu mengandalkan perilaku, akhlak, dan moralitas yang luhur. Kendati demikian tidak bisa dinafikan bahwa ada sebagian orang saleh memiliki tanda hitam di dahinya tetapi bukan tanda yang dibuat dengan sengaja tetapi lebih karena seringnya ia bersujud.

Tanda hitam di dahi diserupakan dengan tsafinatul ba’ir sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abi Darda` RA yang terdapat dalam kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar karya Ibnul Atsir.

أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلَ ثَفِنَةِ الْبَعِيرِ فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا كَانَ خَيْراً يَعْنِي كَانَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ السُّجُودِ وَإِنَّمَا كَرِهَهَا خَوْفاً مِنَ الرِّيَاءِ عَلَيْهِ.


Bahwa beliau melihat seorang laki-laki yang di antara kedua matanya terdapat tanda seperti tsafinatul ba’ir. Lantas beliau berkata, “Seandainya tidak ada ini maka ia lebih baik.” Maksudnya adalah di keningnya ada bekas sujud. Beliau tidak menyukainya karena khawatir hal tersebut menimbulkan riya. (Lihat Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).

 
Lantas apa makna tsafinatul ba’ir?


Sebelum menjelaskan maknanya terlebih dahulu kami sampaikan penjelasan Ibnul Atsir tentang makna dari kata tsafinah. Menurutnya makna kata tsafinah adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari setiap hewan berkaki empat ketika menderum seperti lutut dan selainnya dan terdapat ketebalan sebagai bekas menderum.

Di samping itu mengenai tanda hitam di dahi sebagai bekas sujud yang terdapat dalam hadits riwayat Abi Darda` RA di atas ternyata tidak disukai karena dikhawatirkan akan menimbulkan riya pada pemiliknya. Dengan kata lain, jika dalam hatinya ada riya maka tidak diperbolehkan atau haram, karenanya harus dihilangkan.

Senada dengan hadits riwayat Abi Darda` ra adalah hadits riwayat Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak menyukai seseorang yang memiliki tanda di antara kedua matanya sebagai bekas sujud.

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إِنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ وَأْكْرَهُهُ إِذَا رَأَيْتُ بَيْنَ عَيْنِيهِ أَثَرُ السُّجُودِ


Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw bersabda, “Sungguh aku marah dan tidak menyukai seorang laki-laki yang ketika aku melihatnya terdapat bekas sujud di antara kedua matanya.” (Lihat, Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Tafsir as-Sirajul Munir, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, IV, h. 31).

Sedangkan mengenai orang yang secara sengaja membuat tanda hitam di dahi, misalnya ketika ia melakukan sholat bersujud dengan menekan dahi dan menggesekkannya di tempat sujud sehingga menimbulkan tanda hitam di dahi maka jelas tidak dibenarkan. Bahkan al-Biqa`i mengakui adanya sebagian orang-orang yang riya yang dengan sengaja membuat tanda hitam di dahi dari bekas sujud mereka. Padahal itu adalah salah satu identitas orang Khawarij.

وَلَا يُظَنُّ أَنَّ مِنَ السِّيمَا مَا يَصْنَعُهُ بَعْضُ الْمُرَائِينَ مِنْ أَثَرِ هَيْئَةِ السُّجُودِ فِي جَبْهَتِهِ فَإِذًا ذَلِكَ مِنْ سِيمَا الْخَوَارِجِ


"Tak disangka bahwa termasuk tanda bekas sujud adalah tanda bekas sujud di dahi yang sengaja dibuat oleh sebagian orang-orang yang riya. Jika demikian maka itu adalah termasuk identitas atau tanda orang Khawarij”.


(Lihat, Burhanuddin Ibrahim bin Umar al-Biqa`i, Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayat wal Atsar, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H/1995 M, juz, IIV, h. 216).

Pernyataan ini setidaknya menjelaskan kepada kita bahwa salah satu perbuatan yang digandrungi kaum Khawarij adalah membuat tanda hitam di dahi dari bekas sujudnya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah ahli ibadah. Perbuatan kaum Khawarij seperti ini tentunya harus kita hindari.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Sebagai muslim mari kita menghindarkan diri dari sifat riya dalam hal ibadah karena itu merugikan kita sendiri.
 

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)

www.nu.or.id