Tantangan Umat Muslim Di Musim Haji 2015

Kita sebagai manusia telah ditakdirkan lahir dan hidup bersama dengan tantangan. Dan segala macam yang terjadi dalam lingkungan sekitar kita adalah sebuah tantangan yang harus bisa dijawab. Namun sayangnya, seringkali kita hanya sekadar pasrah menerimanya, yang kemudian tidak belajar darinya dan tantangan itu berlalu begitu saja.

Kita sebagai manusia telah ditakdirkan lahir dan hidup bersama dengan tantangan. Dan segala macam yang terjadi dalam lingkungan sekitar kita adalah sebuah tantangan yang harus bisa dijawab. Namun sayangnya, seringkali kita hanya sekadar pasrah menerimanya, yang kemudian tidak belajar darinya dan tantangan itu berlalu begitu saja.

Dalam kasus yang terjadi di Tanah Suci, kita masih ingat rangkaian peristiwa yang telah terjadi di tahun-tahun sebelumnya, dan banyak membawa korban yang masif jumlahnya. Mulai tragedi di terowongan Mina, kebakaran tenda-tenda di Arafah, peristiwa saat melempar jumrah banyak yang jatuh korban karena terinjak-injak, dan tahun ini musibah jatuhnya crane di Masjidil Haram.



Sejarah mencatat, beberapa kali kejadian fatal menewaskan ribuan anggota jamaah haji, selama tiga dekade terakhir, sejak 1994 - 2015.

24 September 2015, Diperkirakan sebanyak 1.107 Jemaah meninggal di Mina Jalan 204 akibat berdesak-desakan dan terinjak untuk pelemparan Jumrah.

11 September 2015, Crane proyek perluasan Masjidil Haram menimpa atap sai, menembus dua lantai. Sedikitnya 107 jemaah tewas dan 238 terluka.

12 Januari 2006, Sebanyak 346 Jemaah Tewas dan 289 lainnya terluka karena bertabrakan di jembatan Jamarat.

1 Februari 2004, Ritual pelemparan Jumrah kembali menelan korban. Sebanyak 251 jemaah tewas dan 244 terluka.

5 Maret 2001, Ritual pelemparan Jumrah kembali menelan korban. Sebanyak 35 jemaah tewas.

9 April 1998, Sebanyak 118 Jemaah meninggal dan 180 terluka saat insiden di jembatan Jamarat untuk pelemparan Jumrah.

15 April 1997, Sebanyak 343 Jemaah meninggal dan 1.500 terluka akibat kebakaran tenda jamaah di Mina.

23 Mei 1994, Sebanyak 270 Jemaah meninggal dalam ritual pelemparan Jumrah di Mina akibat berdesak-desakan dan terinjak.


Yang jelas, tidak bisa kita abaikan bahwa musibah-musibah ini terjadi salah satunya adalah karena kelalaian manusia sendiri. Sebagai contoh, peristiwa di terowongan Mina. saat itu Pemerintah Arab Saudi hanya membuat satu terowongan, tanpa memperhitungkan kapasitas yang akan ditampung yang dari waktu ke waktu semakin bertambah. 

Setiap tahunnya, jemaah masuk dan keluar melalui terowongan yang sama, yang puncaknya adalah peristiwa yang membawa korban. Jawaban dari tantangan itu adalah Pemerintah Arab Saudi membuat dua buah terowongan, sehingga kejadian itu tidak terulang kembali.

Begitu pun untuk melempar jumrah. Sebelumnya hanya satu lokasi, yang mengakibatkan musibah dan banyak jemaah jatuh terinjak-injak. Sekarang untuk melempar jumrah sudah berjalan lebih baik, dengan dibuat jalan satu arah dan bertingkat pula. Jadi itu sebagai contoh bahwa sebetulnya manusia harus menjawab suatu tantangan agar terhindar dari musibah.

Dalam kasus crane jatuh itu memang sangat ironis. Di tengah dua juta jemaah yang akan melaksanakan ibadah haji, proyek pembangunan di sekitar Masjidil Haram tidak dihentikan terlebih dahulu. Sekitar 15 buah crane raksasa yang masing-masing seberat 1300 ton dengan tinggi mencapai 182 meter, masih dibiarkan berdiri di sekitar tempat ibadah sementara para jemaah lalu lalang disana tanpa perlindungan. 


Di sisi lain kita juga melihat bahwa belakangan ini di Arab Saudi sedang dilanda cuaca buruk, badai pasir berkecepatan tinggi. Sebelum musibah itu terjadi, sebetulnya badai pasir juga terjadi saat cuaca buruk, bahkan informasinya sudah tersebar luas termasuk ramai di sosial media. Tetapi badai pasir, crane berukuran raksasa dan keselamatan para jemaah, tampaknya tidak diperhitungkan akibatnya oleh Arab Saudi.

Lalu bagaimana sistem pengelolaaan ibadah haji mereka bisa menjamin para jemaah melaksanakan ibadah dengan aman dan selamat. Sementara kita melihat dari lokasi sekitar Masjidil Haram sangat terbatas perlidungan yang diberikan kepada jemaah. Tidak salah bila kita mengatakan ini sebagai kecerobohan, karena para jemaah haji didekatkan dengan sumber bahaya.

Mestinya banyak hal yang bisa dikalkulasi sebelum peristiwa buruk itu terjadi. Dalam hal ini, Arab Saudi yang telah diberi kehormatan untuk mengelola kedua kota suci Mekkah dan Madinah untuk pelaksanaan haji umat muslim se dunia. Dan dibalik kehormatan itu terselip tanggung jawab. Karena itulah dua kota suci itu berada dalam tanggung jawab Pemerintahan Arab Saudi.

Yang terpenting adalah ibadah haji yang luar biasa beratnya, dan pengelolaan harus sangat cermat, karena mengkoordinir lebih dari dua juta orang berkumpul ditempat yang sama dalam waktu yang sama pula. Selain haji tidak ada event apapun di dunia ini yang kapasitasnya sebesar itu dalam waktu yang relatif panjang.

Mereka melakukan rangkaian ibadahnya yang panjang mulai Tawaf di Masjidil Haram, selanjutnya saat menjelang Wukuf semua jemaah berjalan dan harus sampai di Arafah sebelum malam 9 Dzulhijah. Jemaah yang tidak masuk ke Arafah pada malam itu ibadah hajinya tidak sah. 


Bisa dibayangkan dengan waktu yang terbatas mereka harus berjalan, berdesakan dan berkumpul disana, selanjutnya mereka harus kembali berjalan beriringan dari Arafah menuju Mina, melewati Musdalifah untuk mengambil batu. Setelah selama tiga hari di Mina, mereka harus melakukan lempar Jumrah.

Semua rangkaian ritual itu dilakukan oleh sebanyak dua juta manusia dalam waktu dan tempat yang sama. Sebetulnya menjadi kewajiban setiap umat manusia dimana pun mereka berada termasuk di Arab Saudi, untuk bisa mengurangi semua potensi yang akan menyebabkan musibah sedini mungkin. 


Memang tidak mungkin menghindari terjadinya kecelakaan hingga nol persen. Karena manusia tetaplah memiliki kelemahan. Namun yang harus kita lakukan adalah meminimalisir kelemahan yang ada, agar tidak berdampak buruk bagi orang lain. Kejadian itu semua merupakan pembelajaran bagi pemerintahan Arab Saudi, agar semua jemaah yang menunaikan ibadah di tanah suci terjaga dari peristiwa menyedihkan itu.

Musibah di Tanah Suci di mata Indonesia

Memang negeri ini memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga setiap tahun pun jumlah jemaah haji Indonesia selalu yang terbesar. Setiap negara mendapatkan kuota sebesar 10% dari jumlah penduduk, sehingga kita memperoleh kuota sekitar 200.000 jemaah setiap tahunnya. Oleh karena itu Indonesia berhak meminta kepada Arab Saudi memberi jaminan keselamatan bagi jemaah asal Indonesia. Bahkan kalau terjadi musibah, penting bagi kita meminta mereka melakukan investigasi dan asuransi.

Sudah sejak lama ada keinginan dari negara-negara muslim dunia untuk melakukan internasionalisasi kepada dua kota suci itu, tetapi keinginan tersebut ditolak oleh Pemerintah Arab Saudi. Mereka mengatakan bahwa penguasa dan pengelola tunggal kota Mekkah dan Madinah itu ada ditangan pemerintah Arab Saudi. Karena itu merupakan kehendak yang sudah dinyatakan oleh mereka, maka melekat tanggung jawab kepada arab saudi untuk menjamin semua umat muslim seluruh dunia yang menjalankan ibadah haji disana.

Melihat jumlah jemaah yang menjadi korban 107 korban dan berasal dari banyak negara (termasuk 10 orang dari Indonesia), Tentunya semua negara akan menuntut Pemerinta Arab Saudi untuk bertanggungjawab atas musibah yang telah terjadi. Sebagai negara muslim terbesar Indonesia memiliki kemampuan menjadi yang pertama menyatukan suara dan mendorong upaya perbaikan dalam hal pelaksanaan haji di tanah suci tersbut.

Pemerintah Indonesia harus berani mengatakan bahwa ada ketidakberesan pada pelaksanaan haji kali ini yang membuat jemaah ke dalam situasi yang tidak aman di dalam menunaikan ibadah haji di sana. Negara tidak bisa melepas tanggung jawab atas keselamatan warganya, baik ketika mereka berada di tanah air maupun di tanah suci. Pemerintah harus mengkomunikasikan semua yang menjadi tuntutan dari pihak korban yang luka atau pun yang meninggal, kepada pemerintah Arab Saudi dengan cara-cara elegan dan diplomatik.

Dengan demikian, kejadian ini juga menjadi tantangan kita untuk terus menerus membuat pelaksanaan haji kita lebih baik lagi di masa ke masa.

jumrahonline