Menuntut Transparansi Pemerintah Saudi

Ketika penanganan sebuah musibah belum dapat dilakukan maksimal, saat itulah transparansi mesti hadir menjadi penawar. Ketertutupan hanya akan memperburuk situasi, melebarkan dugaan-dugaan, sekaligus memperpanjang polemik.

Menuntut Transparansi Pemerintah Saudi
Ketika penanganan sebuah musibah belum dapat dilakukan maksimal, saat itulah transparansi mesti hadir menjadi penawar. Ketertutupan hanya akan memperburuk situasi, melebarkan dugaan-dugaan, sekaligus memperpanjang polemik.


Pesan seperti ini tampaknya harus segera kita arahkan ke pemerintah Arab Saudi jika melihat respons mereka dalam menangani musibah di Mina, Mekah, yang menewaskan 717 jemaah haji, Kamis (24/9) pagi waktu setempat.

Ada kesan kuat bahwa selain lambat, pemerintah Saudi juga sangat tertutup dalam kasus ini. Jangankan soal penyebab musibah, detail jumlah dan negara asal korban meninggal ataupun luka dalam peristiwa memilukan itu pun sampai kemarin tak kunjung diumumkan secara resmi. Padahal, lazimnya, 8 jam pascakejadian, informasi tentang asal negara korban mestinya sudah bisa diketahui.

Belum lagi soal jumlah korban. Menurut Organisasi Haji Iran, jumlah korban jiwa mencapai lebih dari 1.300 orang. Ini hampir dua kali lipat dari jumlah korban tewas yang dinyatakan oleh otoritas Saudi sebanyak 717 jemaah. Mana yang benar, kita tidak tahu karena faktanya otoritas Saudi memang tidak transparan. Ihwal penyebab musibah pun menjadi polemik.

Alih-alih segera mengusut kejadian yang sebenarnya, pemerintah Saudi malah terjebak dalam aksi saling menyalahkan. Sebelumnya sejumlah pihak menuding penyebab musibah itu ialah ditutupnya dua jalan di dekat lokasi pelemparan jumrah dan menyisakan hanya tiga rute menuju area pelemparan. Ini mengakibatkan jemaah menumpuk hingga mengakibatkan saling dorong dan saling injak.

Seperti tak mau kalah, Menteri Kesehatan Arab Saudi Khaled Al Falih gantian menyalahkan para jemaah haji. Ia menyebut musibah tidak akan terjadi jika para jemaah mengikuti aturan yang ditetapkan otoritas Arab Saudi. Dalam kasus apa pun, polemik memang akan menjadi keniscayaan ketika transparansi dinihilkan. Perang tudingan dan dugaan bakal semakin menjadi-jadi bila fakta tak segera dicari, apalagi malah ditutup-tutupi.

Karena itu, dunia internasional terutama dari negara-negara OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) mesti lebih keras mendesak pemerintah Arab Saudi untuk berlaku transparan. Pemerintah Indonesia, meskipun bukan menjadi negara dengan jumlah korban terbanyak, layak berdiri paling depan untuk menuntut penanganan musibah yang lebih profesional dan terbuka.

Selain itu, sembari mendukung rencana pemerintah Arab Saudi membentuk tim investigasi untuk mengusut tragedi Mina, pemerintah Indonesia juga perlu menambahinya dengan beberapa catatan penting. Yang paling utama, tim investigasi itu harus independen sehingga sangat penting untuk melibatkan pihak independen. Keanggotaan tim juga mesti melibatkan negara-negara OKI, termasuk negara asal korban.

Otoritas Saudi mesti ingat bahwa independensi dan profesionalitas tim investigasi akan menjadi kunci untuk menyingkap tabir di balik musibah Mina tersebut. Merekalah yang diharapkan dapat menggali penyebab sekaligus merekomendasikan langkah perbaikan agar tragedi serupa tidak terulang di masa yang akan datang. Jangan sampai pembentukan tim investigasi justru diniatkan untuk membelenggu transparansi dan menutup-nutupi fakta yang terjadi. 

mediaindonesia